Jauh sebelum warga dunia modern mencorat-coret dan bertukar pesan di dinding Facebook, warga kota kuno Pompeii sudah melakukannya di tembok sungguhan.
Kini, sebuah analisis baru dari beberapa pesan tertulis itu mengungkapkan, dinding tersebut sangat dicari-cari, terutama bagi para kandidat politik yang berharap terpilih. Temuan tersebut menunjukkan, para pemilik rumah di Pompeii mungkin memiliki kendali terhadap siapa yang ingin memberikan seni artistik di dinding mereka, kata peneliti Eeva-Maria Viitanen, seorang arkeolog di University of Helsinki.
"Pandangan saat ini adalah bahwa setiap calon bisa memilih lokasi mana pun dan memampang iklan mereka yang dilukis di dinding. Setelah melihat konteksnya, maka hal ini tampak sangat tidak mungkin terjadi," kata Viitanen kepada LiveScience. "Bagian depan dari rumah-rumah pribadi dan bahkan jalanan di depan mereka dikuasai dan dikelola oleh pemilik rumah, dan dalam hal ini, gagasan bahwa dinding tersebut bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang ingin menggunakannya, tampaknya tidak mungkin."
Grafiti kuno
Pompeii, yang diketahui hancur dan membeku oleh letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79 SM, merupakan kota yang “gemar menulis," kata Viitanen kepada LiveScience. Orang-orang menulis pesan ke dinding kota yang terbuat dari semen atau menulisnya dengan arang. Mereka menyalin kutipan sastra, menulis salam untuk teman dan membuat catatan perhitungan.
Di antara semua coretan dinding tersebut adalah iklan kampanye politik, yang sebagian besar dibuat oleh pelukis profesional, kata Viitanen. Coretan dinding tersebut merupakan bagian yang ia dan rekan-rekannya fokuskan, memetakan setiap pesan dan mencatat konteksnya. Para peneliti ingin tahu lokasi para kandidat politik menulis pesan mereka, entah itu di dekat bar dan tempat yang lalu-lintasnya padat, atau pada dinding rumah-rumah pribadi? Dan di mana para kandidat tertentu memfokuskan kampanye mereka?
Iklan politik Pompeii
Untuk mempersempit jumlah grafiti yang begitu banyak, para peneliti berfokus pada tiga wilayah kota: dua daerah pemukiman di sisi berlawanan dari kota dan satu wilayah bisnis. Ada lebih dari 1.000 pesan pemilu yang tertulis di dinding di sejumlah wilayah tadi, jumlah terbanyak dari tiga abad terakhir dari keberadaan Pompeii.
Sebagian besar pesannya sangat sederhana, hanya berisi nama dan kantor orang yang menulisnya, kata Viitanen.
"Terkadang ada beberapa atribut sederhana seperti 'orang baik,' 'layak menjadi pejabat publik,'" katanya. Salah satu kandidat bahkan membual mengenai kemampuannya membuat kue di catatan dinding kampanye mereka, tambah Viitanen.
Iklan lainnya disponsori oleh kelompok-kelompok pendukung kandidat tertentu, termasuk kelompok kriminal seperti pencopet, tukang mabuk-mabukan dan pencuri kecil.
"Membuat Anda bertanya-tanya apakah kandidat tersebut benar-benar layak dipilih!" ujar Viitanen.
Berkampanye di Pompeii
Temuan yang pertama adalah bahwa politisi menginginkan pendukung. Iklan kampanye hampir semuanya berada di jalanan sibuk, Viitanen melaporkan pada Jumat, di pertemuan tahunan Archaeological Institute of America di Seattle.
Penemuan yang kedua yang lebih mengejutkan adalah bahwa tempat yang paling populer untuk memasang iklan adalah di rumah-rumah pribadi dibandingkan di bar atau toko-toko yang memiliki banyak pengunjung.
"Bar mungkin lebih padat, namun bisakah pelanggan mereka membaca dan akankah mereka memilih?" ujar Viitanen.
Sekitar 40 persen iklan berada di rumah yang bergengsi, katanya, yang terkenal karena hanya ada sepertiga jumlah rumah mewah, bar, toko-toko dan tempat tinggal yang lebih sederhana. Jelas, kandidat bersaing untuk mendapat ruang di rumah orang kaya.
Penemuan tersebut membuat Viitanen dan rekan-rekannya berpikir bahwa iklan tersebut mengungkapkan adanya jejaring sosial awal. Tampaknya kandidat akan membutuhkan izin dari pemilik rumah untuk melukis iklan mereka, membuat grafiti adalah bentuk dari suatu dukungan.
Penelitian tersebut masih sangat awal dan belum dipublikasikan dalam jurnal yang diulas rekan sejawat, dan Viitanen mengatakan bahwa ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memetakan jaringan sosial yang tampak di dinding kuno.
"Sejauh ini, kami hampir menguaknya dengan penemuan ini," katanya. "Ada ratusan teks dan lokasi, dan dibutuhkan waktu lama untuk meneliti itu semua.”
"Pandangan saat ini adalah bahwa setiap calon bisa memilih lokasi mana pun dan memampang iklan mereka yang dilukis di dinding. Setelah melihat konteksnya, maka hal ini tampak sangat tidak mungkin terjadi," kata Viitanen kepada LiveScience. "Bagian depan dari rumah-rumah pribadi dan bahkan jalanan di depan mereka dikuasai dan dikelola oleh pemilik rumah, dan dalam hal ini, gagasan bahwa dinding tersebut bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang ingin menggunakannya, tampaknya tidak mungkin."
Grafiti kuno
Pompeii, yang diketahui hancur dan membeku oleh letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79 SM, merupakan kota yang “gemar menulis," kata Viitanen kepada LiveScience. Orang-orang menulis pesan ke dinding kota yang terbuat dari semen atau menulisnya dengan arang. Mereka menyalin kutipan sastra, menulis salam untuk teman dan membuat catatan perhitungan.
Di antara semua coretan dinding tersebut adalah iklan kampanye politik, yang sebagian besar dibuat oleh pelukis profesional, kata Viitanen. Coretan dinding tersebut merupakan bagian yang ia dan rekan-rekannya fokuskan, memetakan setiap pesan dan mencatat konteksnya. Para peneliti ingin tahu lokasi para kandidat politik menulis pesan mereka, entah itu di dekat bar dan tempat yang lalu-lintasnya padat, atau pada dinding rumah-rumah pribadi? Dan di mana para kandidat tertentu memfokuskan kampanye mereka?
Iklan politik Pompeii
Untuk mempersempit jumlah grafiti yang begitu banyak, para peneliti berfokus pada tiga wilayah kota: dua daerah pemukiman di sisi berlawanan dari kota dan satu wilayah bisnis. Ada lebih dari 1.000 pesan pemilu yang tertulis di dinding di sejumlah wilayah tadi, jumlah terbanyak dari tiga abad terakhir dari keberadaan Pompeii.
Sebagian besar pesannya sangat sederhana, hanya berisi nama dan kantor orang yang menulisnya, kata Viitanen.
"Terkadang ada beberapa atribut sederhana seperti 'orang baik,' 'layak menjadi pejabat publik,'" katanya. Salah satu kandidat bahkan membual mengenai kemampuannya membuat kue di catatan dinding kampanye mereka, tambah Viitanen.
Iklan lainnya disponsori oleh kelompok-kelompok pendukung kandidat tertentu, termasuk kelompok kriminal seperti pencopet, tukang mabuk-mabukan dan pencuri kecil.
"Membuat Anda bertanya-tanya apakah kandidat tersebut benar-benar layak dipilih!" ujar Viitanen.
Berkampanye di Pompeii
Temuan yang pertama adalah bahwa politisi menginginkan pendukung. Iklan kampanye hampir semuanya berada di jalanan sibuk, Viitanen melaporkan pada Jumat, di pertemuan tahunan Archaeological Institute of America di Seattle.
Penemuan yang kedua yang lebih mengejutkan adalah bahwa tempat yang paling populer untuk memasang iklan adalah di rumah-rumah pribadi dibandingkan di bar atau toko-toko yang memiliki banyak pengunjung.
"Bar mungkin lebih padat, namun bisakah pelanggan mereka membaca dan akankah mereka memilih?" ujar Viitanen.
Sekitar 40 persen iklan berada di rumah yang bergengsi, katanya, yang terkenal karena hanya ada sepertiga jumlah rumah mewah, bar, toko-toko dan tempat tinggal yang lebih sederhana. Jelas, kandidat bersaing untuk mendapat ruang di rumah orang kaya.
Penemuan tersebut membuat Viitanen dan rekan-rekannya berpikir bahwa iklan tersebut mengungkapkan adanya jejaring sosial awal. Tampaknya kandidat akan membutuhkan izin dari pemilik rumah untuk melukis iklan mereka, membuat grafiti adalah bentuk dari suatu dukungan.
Penelitian tersebut masih sangat awal dan belum dipublikasikan dalam jurnal yang diulas rekan sejawat, dan Viitanen mengatakan bahwa ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memetakan jaringan sosial yang tampak di dinding kuno.
"Sejauh ini, kami hampir menguaknya dengan penemuan ini," katanya. "Ada ratusan teks dan lokasi, dan dibutuhkan waktu lama untuk meneliti itu semua.”
Sumber : www.yahoo.co.id
0 komentar:
Posting Komentar